Matawanita.net – Konsumsi gula tak bisa lepas dari kebiasaan masyarakat karena ditiap jenis makanan mengandung bahan satu ini.
Meski demikian, konsumsi gula mestinya harus bisa ditekan guna menghindari beberapa penyakit seperti diabetes.
Karena itu pakar perilaku konsumen dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. mengatakan kebijakan publik yang kuat memiliki posisi yang sangat penting dalam upaya pengendalian konsumsi gula.
“Yang sangat penting itu sebenarnya kebijakan publik. Kebijakan publik yang membatasi penggunaan gula di dalam berbagai industri pangan. Nah, ini yang menurut saya sangat efektif,” kata Ujang.
Uajng mencontohkan bagaimana Inggris yang telah memiliki peraturan tentang pajak gula, sehingga industri makanan dan minuman di sana mengurangi penggunaan gula di dalam produknya.
Sementara di Indonesia, kebijakan serupa masih belum ada, meski Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengusulkan cukai minuman berpemanis kepada Kementerian Keuangan.
“Ini sangat penting juga dari sisi makro. Tapi perlawanannya akan sangat tinggi dari industri kalau kena pajak. Sekarang kan sudah banyak pajak. Ini tambah pajak lagi. Tapi itu salah satu, belum tentu tepat untuk konteks kita. Tapi public policy yang sangat kuat,” tambah Ujang.

Konsumsi Gula di Masyarakat Masih Tinggi
Sekadar informasi, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi dan Nasional (Susenas) dari BPS pada 2022, rata-rata konsumsi kalori per kapita sehari terbanyak berasal dari padi-padian sebesar 841,27 kkal dan makanan atau minuman jadi sebesar 429,65 kkal.
Lantas dua sumber pangan di atas mengandung gula yang cukup tinggi, terutama pada makanan atau minuman jadi, yang sering disebut sebagai penyebab penyakit diabetes.
Hal ini bisa diperburuk dengan gaya hidup masyarakat yang kurang aktivitas gerak dan olahraga.
“Orang Indonesia masih mengandalkan bahan-bahan karbohidrat sebagai sumber energi. Tentu ini bukan buruk karena nanti apakah dia akan berpengaruh terhadap suatu penyakit, tergantung dari apakah seimbang atau tidak,” papar Ujang.
Selain kebijakan publik, Ujang juga memandang perlunya ada perubahan perilaku dan sosial di masyarakat, terutama ketika kumpul bersama keluarga maupun teman.
Sebaiknya, makanan ataupun yang disajikan bukanlah siap saji. Ia lebih merekomendasikan untuk menyantap buah-buahan saat berkumpul bersama orang terdekat. Praktis, gula yang dikonsumsi pun lebih alami karena didapatkan dari buah-buahan.
“Ketiga, tentu, pencegahan yang paling efektif itu datang dari kita sendiri. Jadi kalau kita ingin sehat, mulai dari sekarang kurangi gula, garam, dan lemak,” imbuh Ujang.
Memang Konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius, terutama jika dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang.
Matawanita merangkum beberapa dampak buruk yang dapat timbul akibat konsumsi gula berlebih dikutip dari berbagai sumber:
- Kenaikan berat badan dan obesitas: Konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas. Gula dapat meningkatkan kadar insulin dan leptin dalam tubuh yang dapat mengganggu mekanisme pengaturan berat badan.
- Diabetes: Konsumsi gula berlebih dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. Gula dapat memicu peningkatan kadar gula darah yang dapat merusak sel-sel pankreas yang memproduksi insulin.
- Masalah kesehatan gigi: Gula dapat menyebabkan kerusakan pada gigi seperti karies dan gigi berlubang.
- Penyakit jantung: Konsumsi gula berlebih juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Gula dapat menyebabkan peradangan dan penumpukan plak di dinding arteri yang dapat menyebabkan penyempitan arteri.
- Ketergantungan: Konsumsi gula berlebih juga dapat menyebabkan ketergantungan pada gula yang sulit diatasi. Ketergantungan pada gula dapat menyebabkan perubahan perilaku dan meningkatkan risiko obesitas.
Oleh karena itu, sebaiknya kita mengurangi konsumsi gula dan menggantinya dengan makanan yang lebih sehat seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu, kita juga sebaiknya menghindari makanan yang mengandung gula tambahan seperti minuman bersoda, kue-kue manis, dan makanan cepat saji.
Takaran konsumsi gula yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah tidak lebih dari 10% dari total asupan kalori per hari. Idealnya, konsumsi gula sebaiknya tidak melebihi 5% dari total asupan kalori per hari.
Dalam angka, ini berarti jika rata-rata kebutuhan kalori per hari sekitar 2000 kalori, maka konsumsi gula sebaiknya tidak lebih dari 50 gram atau sekitar 12 sendok teh per hari. Namun, batasan ini hanya sebagai rekomendasi umum, dan konsumsi gula dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi kesehatan individu dan aktivitas fisik.
Selain itu, penting untuk memperhatikan jenis gula yang dikonsumsi. Gula sederhana seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa yang terdapat pada makanan olahan dan minuman manis sebaiknya dikonsumsi dengan bijak dan sebaiknya digantikan dengan gula dari sumber alami seperti buah-buahan.