Matawanita.net – Hipertensi menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di Indonesia. Menurut data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, prevalensi hipertensi di Tanah Air mencapai 34,1%.
Artinya, sekitar 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia menderita hipertensi. Prevalensi ini lebih tinggi pada orang tua (usia di atas 65 tahun) dan juga pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi.
Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan, termasuk penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan bahkan kebutaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol tekanan darah agar tetap dalam batas normal. Hal-hal yang dapat membantu mengontrol hipertensi antara lain adalah menjaga pola makan yang sehat, olahraga secara teratur, menghindari merokok, mengurangi konsumsi alkohol, dan mengelola stres dengan baik. Selain itu, perlu juga untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan berkonsultasi dengan dokter jika terdapat masalah tekanan darah.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi suatu kondisi di mana tekanan darah dalam arteri seseorang lebih tinggi dari normal secara kronis.
Tekanan darah terdiri dari dua angka, yaitu sistolik (tekanan di dalam arteri saat jantung berkontraksi) dan diastolik (tekanan di dalam arteri saat jantung beristirahat). Tekanan darah normal biasanya adalah kurang dari 120/80 mmHg.
Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, diukur dalam keadaan istirahat. Hipertensi dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung, stroke, dan kerusakan organ lainnya jika tidak diobati.
Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) dr. Aida Lydia, PhD, Sp.PD-KGH mengatakan hipertensi yang tidak terkontrol bisa menyebabkan munculnya penyakit ginjal. Sabab situasi itu akan mempengaruhi kerusakan pada pembuluh darah ginjal.
“Kalau hipertensi yang tidak terkontrol, itu tentu lama-lama bisa menyebabkan gangguan ginjal karena dia merusak pembuluh darah, termasuk pembuluh darah ginjal,” kata Aida dinukil dari Antara.
Ia menjelaskan tekanan darah yang tinggi akan diteruskan ke pembuluh darah di seluruh organ. Degan tekanan darah tinggi, maka lama-kelamaan pembuluh darah bisa rusak termasuk pembuluh darah di ginjal. Saat pembuluh darah ginjal terganggu, maka lama-kelamaan juga dapat merusak ginjal itu sendiri.

Penyakit Hipertensi seperti Ayam dan Telur
“Kalau hipertensi ini, dia seperti ayam dan telur. Ada orang yang hipertensi dulu, tidak terkontrol terus ginjalnya rusak. Ada orang yang ginjalnya dulu yang terganggu, kemudian juga menyebabkan hipertensi,” tambah Aida lagi.
Karena itu, Aida mengingatkan pentingnya untuk menjaga tekanan darah agar selalu dalam kondisi normal. Apabila penderita hipertensi dianjurkan minum obat oleh dokter, maka tetap minum obat secara rutin.
Menurut Aida, persepsi di masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa meminum obat hipertensi secara terus-menerus dapat merusak ginjal. Anggapan tersebut keliru. Sebetulnya, kata Aida, yang merusak ginjal adalah penyakit hipertensinya sendiri.
“Bukan obatnya yang menyebabkan ginjal rusak tetapi hipertensinya. ini sering salah persepsi di kalangan awam,” ujar dia.
Selain hipertensi, kondisi diabetes juga dapat memicu terjadinya penyakit ginjal. Hal ini karena kondisi diabetes juga dapat merusak pembuluh darah pada organ. Gula darah yang tinggi akan merusak sel-sel glomerulus yang berfungsi sebagai filtrasi atau penyaring darah.
“Kalau filtrasinya itu rusak, maka terjadi kebocoran-kebocoran protein yang seharusnya tidak keluar di urine,” ujar Aida.
Menurut Aida, salah satu ciri fungsi ginjal sudah terganggu pada penderita diabetes yaitu urine yang keluar biasanya berbusa. Kemudian, apabila diperiksa lebih lanjut, protein yang terkandung di dalam urine juga banyak. Kondisi ini, kata Aida, akan merusak sel-sel ginjal lebih lanjut.
Untuk dapat mengetahui dan memastikan fungsi ginjal, Aida mengatakan maka perlu juga dilakukannya serangkaian pemeriksaan urine dan darah.
Pada pemeriksaan urine, dokter akan memastikan apakah ada kebocoran albumin atau protein dalam jumlah yang berlebih dan secara terus-menerus serta menganalisa apakah ada sel darah merah yang keluar berlebihan. Pada pemeriksaan darah, maka akan dilakukan pemeriksaan nilai ureum dan kreatinin, terutama kreatinin untuk bisa mendapatkan perkiraan laju glomerulus.