Matawanita.net – Indonesia menjadi penyumbang kasus tuberkulosis (TB) kedua terbesar di dunia. Bahkan Negeri Khatulistiwa menempati posisi kedua sesudah India dengan estimasi jumlah kasus baru 969.000 kasus dan 144.000 kematian dalam satu tahun.
Dari angka kasus tersebut maka belum semua ditemukan, artinya belum semua diobati dan disembuhkan. Data sampai Februari 2023 menunjukkan angka penemuan kasus 74 persen di 2022 dan yang berhasil masuk dalam pengobatan adalah 86 persen untuk TB sensitive obat dan 54 persen untuk TB resisten obat.
Dari yang diobati, angka keberhasilan pengobatan kita untuk TB sensitif obat adalah 85 persen padahal targetnya 90 persen. Sementara untuk pasien TB resisten obat angka keberhasilan pengobatan (treatment success rate)nya jauh lebih rendah lagi, yaitu hanya 51 persen dengan target yang harus dicapai adalah 80 persen.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan terdapat situasi yang disebut TB laten. TB laten yaitu kondisi ada kuman TB di dalam tubuh seseorang tapi kuman itu tidak aktif, dan kalau daya tahan tubuh turun maka kuman TB itu dapat menjadi aktif dan menyebabkan penyakit tuberkulosis.
“Sekitar seperempat penduduk dunia pernah terinfeksi kuman TB dalam hidupnya, dan mereka punya risiko 5-10 persen untuk jadi jatuh sakit TB aktif. Untuk itu perlu diberi Terapi Pencegahan Tuberkulosis atau TPT, sayangnya angka cakupan TPT kita juga masih amat rendah,” kata Prof Tjandra dikutip dari celebrities.
Dengan berbagai tantangan yang ada maka jelas kita perlu meningkatkan upaya dan kerja maksimal agar target eliminasi tuberkulosis sesuai Peraturan Presiden No 67 tahun 2021 dapat tercapai. WHO pun sudah mengeluarkan lima pedoman yang juga dapat juga kita terapkan di Indonesia.
- Terapi pencegahan tuberkulosis
- Skrining sistematik untuk penyakit TB
- Tes cepat deteksi TB
- Mencakup pengobatan TB resisten obat
- Membahas bagaimana menangani kasus TB anak dan dewasa.
Prof Tjandra menambahkan satu hal yang kerap jadi salah kaprah di masyarakat adalah istilah ‘tebese’ yang kini masih banyak digunakan. Karena ini adalah penyakit ‘tuberkulosis’, tidak ada huruf ‘c’ nya, maka singkatan yang tepat adalah TB, bukan TBC.
“Memang dalam Bahasa Inggris tulisannya adalah ‘tuberculosis’, tetapi dalam Bahasa Inggris maka singkatannya juga TB, bukan TBC. Lalu, kalau toh masih ada yang mau menggunakan singkatan TBC maka membacanya harusnya adalah ‘tebece’, bukan ‘tebese’,” tuturnya.
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar melalui udara ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengeluarkan dahak. Orang lain dapat terinfeksi ketika mereka menghirup bakteri tersebut.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi tuberkulosis meliputi:
- Terpapar dengan orang yang terinfeksi tuberkulosis
- Tinggal atau bekerja di daerah dengan tingkat infeksi tuberkulosis yang tinggi
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada penderita HIV/AIDS atau penderita kanker
- Kondisi medis tertentu, seperti diabetes atau gagal ginjal kronis
- Kebiasaan buruk, seperti merokok dan penyalahgunaan narkoba
- Usia lanjut
- Malnutrisi atau kekurangan gizi.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang terpapar dengan bakteri tuberkulosis akan mengembangkan penyakit tuberkulosis aktif. Beberapa orang hanya akan mengalami infeksi tuberkulosis laten, di mana bakteri tetap berada dalam tubuh tetapi tidak menyebabkan gejala atau penyakit. Namun, jika sistem kekebalan tubuh melemah, infeksi tersebut dapat berkembang menjadi tuberkulosis aktif.
Tuberkulosis bisa sembuh dengan pengobatan yang tepat dan lengkap. Pengobatan tuberkulosis melibatkan pemberian obat-obatan antibiotik selama beberapa bulan. Durasi pengobatan bergantung pada jenis tuberkulosis dan tingkat keparahannya.
Pengobatan yang tepat dan teratur dapat membantu menghentikan pertumbuhan bakteri dan memungkinkan tubuh untuk menyembuhkan infeksi. Penting untuk menyelesaikan seluruh durasi pengobatan yang ditentukan oleh dokter, meskipun gejala sudah hilang atau membaik. Hal ini penting untuk mencegah kambuhnya infeksi dan mencegah terjadinya resistensi obat.
Meskipun pengobatan tuberkulosis bisa memakan waktu dan memerlukan disiplin yang tinggi, namun kebanyakan orang yang terdiagnosis dengan tuberkulosis dapat sembuh dengan sempurna setelah pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, jika seseorang dicurigai atau telah didiagnosis dengan tuberkulosis, sangat penting untuk segera mencari pengobatan medis dan mengikuti instruksi dokter dengan teliti.