Matawanita.net – Sebuah pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (CDC) mengeluarkan peringatan agar para dokter di AS mengawasi perkembangan virus.
Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg itu dilaporkan mulai mewabah di negara-negara Afrika, yakni Guinea Khatulistiwa (Quatorial Guinea) dan Tanzania.
“Saat ini, risiko MVD (penyakit virus Marburg) di Amerika Serikat masih rendah, namun para dokter harus mewaspadai potensi adanya kasus-kasus yang diimpor. Penting untuk menilai pasien secara sistematis untuk kemungkinan paparan MVD,” tulis CDC, dikutip dari Fox News.
Kenali Gejala Virus Marburg
Dokter spesialis penyakit dalam di NYU Langone, Marc Siegel, menjelaskan bahwa virus Marburg bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967, ketika wabah terjadi di laboratorium Marburg dan Frankfurt (keduanya di Jerman) dan di Serbia. Namun, dr Siegel mengatakan bahwa wabah yang lebih berkelanjutan terjadi di tempat yang dulunya sporadis.
“Ini adalah virus yang berasal dari kelelawar, virus ini sangat mirip dengan Ebola,” papar Dr Siegel.
Bahkan CDC mencatat, virus Marburg yang ditemukan di Guinea Khatulistiwa disebarkan oleh kelelawar buah Mesir.
“Kami melihat wabah yang cukup besar di Tanzania, yang menurut saya tampaknya sudah bisa dikendalikan, karena sangat sedikit orang yang dikarantina saat ini. Namun di Guinea Khatulistiwa, ada masalah,” kata dr Siegel.
Sementara itu, gejala-gejala Marburg termasuk mual, muntah, sakit tenggorokan, sakit dada, sakit perut dan diare. Adapun kasus yang lebih parah dapat menyebabkan radang pankreas, penyakit kuning, mengigau, penurunan berat badan yang parah, syok, perdarahan, dan kegagalan organ.
Karena kemiripannya dengan virus Ebola, CDC merekomendasikan agar para dokter mengikuti protokol yang sama untuk pencegahan dan pengendalian infeksi ketika menangani kasus virus Marburg. Di sisi lain, dr Siegel menyatakan keprihatinannya lantaran otoritas negara di mana virus Marburg mewabah tidak membagikan rincian lengkapnya.
“Ini adalah masalah yang biasa terjadi, mereka tidak memberi tahu apapun. Mereka menyembunyikan kasus. Mungkin ada setidaknya 29 kematian,” ujar Dr Siegel.
Dokter Siegel juga mengecam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena tidak bereaksi dengan tepat. Padahal menurut dia, WHO seharusnya proaktif dan “menjemput bola”, dengan menyuplai vaksin ke Guinea Khatulistiwa dan Tanzania.
Dokter Siegel mencatat ada vaksin untuk virus Marburg dan bahwa tindakan yang direkomendasikan adalah melakukan pendekatan vaksinasi cincin. Ini berarti vaksin perlu diberikan pada pasien yang memiliki kontak erat dengan pasien seperti pernah berhubungan seksual, berciuman, selama dua pekan terakhir.
Strategi ini digunakan untuk membantu mengakhiri wabah cacar pada pertengahan tahun 1900-an. Kabar baiknya, menurut dr Siegel, virus Marburg tidak menyebar melalui udara. Virus ini menyebar melalui kontak dekat seperti sekresi, istilah untuk cairan tubuh yang terdiri atas darah, air liur, plasma, air mani, dan urine.
“Tetapi ini adalah virus yang mengerikan dan menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi. Kita tentu saja perlu mengawasinya, karena kita tidak ingin melihat ada kasus di sini (AS),” ujar dr Siegel.
Dokter Siegel juga yakin virus Marburg tidak akan menjadi pandemi berikutnya, karena virus ini dinilai stabil dalam bermutasi. Namun, dia mengungkapkan kekhawatirannya tentang virus yang ‘dipermainkan’ di laboratorium.
“Saya tidak bisa mengatakan 100 persen bahwa sesuatu tidak akan terjadi di laboratorium. Di situlah kekhawatiran saya. Namun di alam, hal ini tidak akan menyebabkan pandemi, ini hanya akan menyebabkan wabah sporadis. Dan itu bisa dikendalikan, seperti yang baru saja terjadi di Tanzania,” pungkas dr Siegel.
Virus Marburg ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti darah, air liur, keringat, dan urine. Virus Marburg dapat menyebar dengan sangat cepat, dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang sangat singkat, yaitu dalam beberapa hari.
Gejala awal dari penyakit Marburg termasuk demam, sakit kepala, mual, muntah, dan sakit perut. Gejala ini biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi. Selain itu, pasien juga bisa mengalami lemas, sakit otot, sakit tenggorokan, ruam, dan perdarahan.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit Marburg, dan tidak ada vaksin yang tersedia saat ini. Pengobatan yang diberikan adalah terapi suportif, seperti terapi cairan, terapi oksigen, dan terapi antinyeri. Pencegahan terbaik adalah dengan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi dan memastikan kebersihan yang baik dengan sering mencuci tangan dan menjaga kebersihan lingkungan.